Masa remaja
merupakan masa yang penuh gejolak dan perubahan, baik secara fisik, psikis
maupun sosial. Masalah remaja sering dijadikan tema pembicaraan oleh setiap
orang di mana pun berada, karena kedudukan remaja sangat strategis dalam
konteks masa depan yaitu remaja adalah generasi yang akan menentukan masa depan
suatu bangsa dan negara.
Jika remaja berkembang tanpa ada
bimbingan dan arahan positif dari orang yang lebih dewasa maka remaja akan
menjadi individu yang cenderung tidak mengenal aturan dan norma-norma yang
berlaku di masyarakat, sehingga pada akhirnya akan timbul masalah yang sering
dikenal dengan istilah kenakalan remaja.
Sugiyanto (1995:32)
menjelaskan, “Adolesensi atau remaja adalah individu-individu yang berusia 10
sampai 18 tahun untuk perempuan atau berusia 12 sampai 20 tahun untuk
laki-laki. Masa adolesensi merupakan masa transisi atau peralihan dari masa
anak-anak untuk menjadi dewasa.” Harold Alberty dalam Makmun (1981:55)
menjelaskan bahwa periode masa remaja sebagai “Suatu periode dalam perkembangan
yang dijalani seseorang yang terbentang semenjak berakhirnya masa
kanak-kanaknya sampai datangnya awal masa dewasanya.” Lebih lanjut Makmun
(1981:55) menjelaskan, “Secara tentatif pula ahli umumnya sependapat bahwa
rentangan masa remaja itu berlangsung dari sekitar 11 – 13 tahun sampai 18 – 20
tahun menurut ukuran umur kalender kelahiran seseorang.”
Gejala-gejala pertumbuhan dan perkembangan yang menonjol dari usia remaja
adalah dalam hal ukuran tubuh, jaringan tubuh, kematangan seksual dan
fisiologis. Pertumbuhan dan perkembangan ini akan mempengaruhi prilaku individu
terutama dalam merespon lingkungannya. Makmun (1981:36) menjelaskan, “Pada usia
remaja kegiatan motorik sudah tertuju kepada persiapan-persiapan kerja,
keterampilan-keterampilan menulis, mengetik, menjahit dan sebagainya sangat
tepat saatnya mulai dikembangkan.” Lebih lanjut Makmun (1981:39) menjelaskan
tentang indikator perkembangan bahasa pada usia remaja sebagai berikut: “Pada
masa remaja awal, mereka senang menggunakan bahasa sandi atau bahasa rahasia
yang berlaku pada gang-nya sehingga banyak menimbulkan kepenasaranan (curiousity) pihak luar mereka untuk
berusaha memahaminya; perhatiannya ke arah mempelajari bahasa asing mulai
berkembang.”
Piaget dalam Makmun (1981:41)
mengemukakan tentang tahapan kognitif usia remaja sebagai berikut:
Formal operational period (11; 0 or 12 ; 0 – 14 or 15 ; 0). Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasikan
kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang
bersifat kongkrit. Prilaku kognitif yang nampak pada kita antara lain:
- Kemampuan berpikir hipotesis deduktif (hypothetico deductive thinking).
- Kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih
kemungkinan yang ada (a combinational
analysis).
- Kemampuan mengembangkan suatu proposisi atau dasar proposisi-proposisi yang
diketahui (propositional thinking).
- Kemampuan menarik generalisasi dan inferensi dari berbagai kategori objek
yang beragam.
Lebih lanjut Makmun
(1981:58) menjelaskan tentang prilaku usia remaja sebagai berikut:
1. Berkembang penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa
asing.
2. Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik
fantastik dan estetik.
3. Pengamatan dan tanggapannya masih bersifat realisme kritis.
4. Proses berfikirnya sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal
(asosiasi, diferensiasi, komparasi, kasalitas) dalam term yang bersifat abstrak
(meskipun relatif terbatas).
5. Kecakapan dasar intelektual umumnya (general intelegency) menjalani laju
perkembangannya yang terpesat (terutama bagi yang belajar di sekolah).
Proses perkembangan fungsi-fungsi
dan prilaku kognitif itu menurut Piaget dalam Makmun (1981:42) yaitu,
“Berlangsung mengikuti suatu sistem atau prinsip mencari keseimbangan (seeking equilibrium), dengan menggunakan
dua cara atau teknik yaitu assimilation
dan accomodation. Teknik asimilasi
digunakan apabila individu memandang hal-hal baru dihadapinya dapat disesuaikan
dengan kerangka berfikir atau cognitive
structure-nya.”
Gunarsa (1989:204) menjelaskan
tentang karakteristik remaja sebagai berikut:
1.
Mula-mula terlihat timbulnya perubahan jasmani.
2.
Perkembangan inteleknya lebih mengarah ke pemikiran
tentang dirinya, refleksi diri
3. Perubahan-perubahan dalam hubungan antara anak dan
orang tua serta orang lain dalam lingkungan dekatnya
4.
Timbulnya perubahan dalam perilaku, pengalaman dan
kebutuhan seksual
5.
Perubahan dalam harapan dan tuntutan orang terhadap
remaja
6. Banyaknya perubahan dalam waktu yang singkat
menimbulkan masalah dalam penyesuaian dan usaha memadukannya
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
remaja merupakan individu yang berada dalam masa perkembangan dan perubahan
baik secara fisik, psikis maupun sosial. Perkembangan dan perubahan yang
mencolok pada masa tersebut terjadi pada aspek fisik, sedangkan pada aspek
psikis dan sosial bergantung pada lingkungan di mana remaja berkomunikasi dan
berinteraksi.
Masyarakat merupakan kelompok manusia yang sudah cukup lama mengadakan
hubungan sosial dalam kehidupan bersama dengan diliputi oleh struktur dan sistem
yang mengatur kehidupan bersama serta adanya solidaritas dan kebudayaan di
antara mereka. (Sudarsono, 2004:123). Penjelasan tersebut mengandung arti bahwa
tidak ada seorang individu pun yang mampu memenuhi segala kebutuhan hidupnya
secara mandiri.
Anggota kelompok di dalam masyarakat biasanya terdiri dari berbagai macam
individu yang berbeda-beda dalam berbagai segi kehidupan. Dalam kenyataannya
sering terjadi hubungan individu dengan individu lain atau hubungan individu
dengan kelompok mengalami ketegangan yang disebabkan karena terdapat seorang
anggota kelompok di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mengganggu orang
lain. Pelanggaran hak orang lain di
dalam masyarakat yang sering terjadi menurut Sudarsono (2004:124) antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Delik-delik yang melanggar hak-hak orang lain yang
bersifat kebendaan, seperti pencurian, penggelapan dan penipuan.
2. Delik-delik yang menghilangkan nyawa orang lain,
seperti pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang
lain.
3. Perbuatan-perbuatan lain yang berupa delik hukum,
maupun yang berupa perbuatan anti sosial seperti gelandangan, pertengkaran.
Perbuatan-perbuatan tersebut menimbulkan keresahan sosial sehingga
kehidupan masyarakat tidak harmonis lagi dan jika ditinjau secara yuridis ternyata
perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum yang berlaku. Sudarsono (2004:124)
menjelaskan, “Kelakukan anak remaja yang melawan norma sosial dan bertentangan
dengan kaidah hukum yang berlaku biasanya disebut kenakalan remaja atau juvenile
delinquency”.
Selanjutnya Sudarsono (2004:32) menjelaskan tentang deskripsi kualitatif
tentang kenakalan remaja sebagai berikut:
Norma-norma hukum yang sering dilanggar oleh anak remaja pada umumnya
pasal-pasal tentang:
1.
Kejahatan-kejahatan kekerasan
a.
Pembunuhan
b.
Penganiayaan
2.
Pencurian
a.
Pencurian biasa
b.
Pencurian dengan pemberatan
3.
Penggelapan
4.
Penipuan
5.
Pemerasan
6.
Gelandangan
7.
Anak sipil
8.
Remaja dan Narkotika
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi perkembangan remaja untuk
berperilaku baik atau kurang baik salah satunya adalah teman sebaya, karena remaja
cenderung lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan teman sebaya dibandingkan
keluarganya. Hurlock (1990:213) menjelaskan, “Pengaruh teman-teman sebaya pada
sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada
pengaruh keluarga.”
Perubahan dan tantangan
yang dihadapi remaja akan mempengaruhi perilakunya. Remaja yang memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi, mudah terangsang, emosi tidak stabil, kebersamaan yang
tinggi terhadap kelompok teman sebaya, mudah terpengaruh dan sebagainya akan
menjadikan perilaku remaja seperti mudah tersinggung, cepat marah, keinginan
yang kuat untuk mencoba hal-hal yang baru dan meniru perilaku teman-temannya.
Kenakalan remaja
merupakan topik yang sering dibicarakan oleh banyak pihak, karena dinilai tidak
sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Jika ditelaah maka dapat
disimpulkan bahwa terjadinya kenakalan remaja tidak terlepas dari berbagai
faktor yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam satu proses
perkembangan yang berkelanjutan. Daradjat (1983:113) menjelaskan:
Timbulnya kenakalan
remaja disebabkan kurangnya pendidikan agama, kurangnya pengertian tentang
pendidikan, kurang teraturnya pengisian waktu luang, tidak stabilnya keadaan
ekonomi, sosial dan politik, kemerosotan moral dan mental orang dewasa,
banyaknya film dan buku-buku yang kurang baik, pendidikan dalam sekolah yang
kurang baik, serta kurangnya perhatian masyarakat terhadap pendidikan anak.
Hawari (1991:136)
menyatakan, “Terlalu banyaknya waktu luang dan tidak adanya kegiatan yang
produktif merupakan kondisi yang kurang baik bagi remaja.” Toruan (1985:139)
menyatakan, “Kejahatan dan kenakalan remaja erat kaitannya dengan waktu luang
dan hal tersebut dapat dihindari dengan mempersiapkan berbagai aktivitas waktu
luang.” Kemudian Prasetyo dalam Surat Kabar Kompas (No. 3 tahun 3, 1998) menegaskan
sebagai berikut:
Perilaku menyimpang
pada remaja antara lain disebabkan oleh terhambatnya keinginan mereka untuk
dapat mengisi waktu luangnya secara wajar. Salah satu penyebab hambatan itu
adalah kurang tersedianya fasilitas dan sarana untuk melakukan kegiatan waktu
luang yang bermanfaat.
Lebih lanjut Prasetyo dalam
Surat Kabar Kompas (No. 3 tahun 3, 1998) menjelaskan, “Dua faktor yang sangat
penting pengaruhnya terhadap timbulnya masalah psikososial di masa remaja yakni
faktor bagaimana remaja mengisi waktu luangnya dan pengaruh globalisasi.”
Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk
membesarkan, mendewasakan dan di dalamnya anak mendapatkan pendidikan yang
pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil akan tetapi
merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama bagi anak
yang belum sekolah. Oleh karena itu keluarga memiliki peranan penting dalam
perkembangan anak. Jika suasana dan kondisi keluarga kurang baik, maka akan
berpengaruh pada perkembangan anak yang akan tidak baik juga. Oleh karena
sebagian besar waktu anak ada di dalam keluarga maka sepantasnya kalau
kemungkinan timbulnya kenakalan remaja juga berasal dari keluarga. Sudarsono
(2004:125) menjelaskan, “Keadaan keluarga yang dapat menjadi sebab timbulnya delinquency dapat berupa keluarga yang
tidak normal (broken home) dan
keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan.”
No comments:
Post a Comment