Monday, December 28, 2009

Motivasi Belajar dalam Penjaskes

A. Definisi Motivasi

Manusia adalah mahluk yang diciptakan dengan sempurna, dibekali kelebihan naluri dan akal sehat dalam melakukan aktifitas untuk mempertahankan hidupnya. Aktifitas tersebut ditentukan oleh faktor-faktor yang datang dari diri sendiri maupun faktor yang dating dari luar. Tindakan atau perbuatan yang didorong oleh kekuatan dari dalam pribadi seseorang disebut motif. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Suryabrata (1984:70) bahwa: “Motif adalah keadaan dalam diri pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu guna mencapai tujuan.” Selanjutnya Singgih (1989:90) menjelaskan: “Motif diartikan sebagai pendorong atau penggerak dalam diri manusia yang diarahkan kepada tujuan tertentu.”

Dalam konteks pendidikan jasmani motif untuk untuk belajar merupakan kecenderungan seseorang untuk melakukan proses pembelajaran menurut kebutuhannya masing-masing, misalnya seseorang belajar untuk mendapatkan prestasi yang lebih tinggi atau hanya untuk memelihara kesehatan saja, atau juga untuk proses sosialisasi yaitu untuk dapat berhubungan dengan orang lain.

Selanjutnya Heckhauen mengemukakan dalam Sudibyo (1993:63) bahwa: “Motivasi merupakan aktualisasi dari motif, sehingga diperoleh batasan motivasi adalah proses aktualisasi sumber penggerak dan pendorong tingkah laku individu memenuhi kebutuhan untuk tujuan tertentu.”

Motivasi menurut Mc Donald yang dikutip Sardiman (1986:73) menjelaskan sebagai berikut: “Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai munculnya rasa atau feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.” Sedangkan motivasi dalam kamus psikologi adalah sebagai berikut:

Motivasi menunjukan kepada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong timbul dalam diri inividu.tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir dari pada gerakan atau perbuatan. Tingkah laku termotivasi ialah tingkah laku berlatar belakang adanya suatu kebutuhan, tujuan tingkah laku tercapai apabila kebutuhan telah terpenuhi.

B. Jenis-jenis Motivasi
Pemahaman dalam menerapkan motivasi yang harus dilakukan oleh pengajar senantiasa bertolak pada wawasan tentang konsep motivasi secara utuh. Salah satu cara yang mudah dalam mengaplikasikannya adalah tentang macam-macam motivasi yang dapat dijadikan pedoman menyampaikan dorongan terhadap siswa. Sardiman (1986:86-87) memberi gambaran tentang macam-macam motivasi sebagai berikut:

1. Motivasi dilihat dari dasar pendidikannya

a. Motif-motif bawaan.

Motif bawaan ialah motif yang dibawa sejak lahir, tanpa dipelajari, seperti dorongan untuk makan, minum, istirahat dan dorongan seksual. Motif ini diisyaratkan secara biologis. Fradsen memberi istilah sejenis motif physiological drives

b. Motif-motif yang dipelajari

Adalah motif yang timbul karena dipelajari. Seperti dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu didalam masyarakat

2. Jenis motifasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis (1955) dalam Sardiman (1986:86) sebagai berikut:

a. Motif atau kebutuhan organis, ini sesuai dengan jenis Physiological drives dari Fradsen seperti telah disinggung didepan

b. Motif-motif darurat, seperti dorongan untuk menyelamatkan diri, orongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Jelasnya motivasi jenis ini timbul karena adanya rangsangan dari luar.

c. Motif-motif objektif, dalam halini mnyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi untuk menaruh minat. Motif ini timbul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luar secara efektif.

3. Motivasi jasmaniah dan rohaniah

Yang termasuk motifasi jasmaniah adalah seperti reflek, insting otomatis nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah adalah kemauan. Reflek dan insting otomatis hampir sama, terbentuk oleh rangsangan yang ditimbulkan dari luar individu secara mendadak atau tiba-tiba. Misalnya ketika seseorang tiba-tiba ada benda asing yang masuk kedalam matanya, maka secara reflek ia akan berkedip dan timbul insting otomatis dengan mengeluarkan air dari mata tersebut. Sedangkan nafsu itu timbul ketika ada tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh seseorang.

Kemauan pada setiap diri seseongan terbentuk melalui empat momen, yaitu: Momen timbulnya alasan, momen pilih ketika ada persaingan alternatif, momen pengambilan keputusan, momen terbentuknya kemauan.

4. Motivasi ekstrinsik dan intrinsik

Untuk melihat motivasi belajar dari diri seseorang dapat diamati dari motivasi ekstrinsik dan intrinsik orang dalam melakukan belajar. Mengenai pengertian motivasi ekstrinsik dan intrinsic, Singgih (1989:100) menjelaskan: “Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam yang menyebabkan individu berpartisipasi.. Dorongan ini sering dikatakan dibawa sejak lahir, sehingga tidak dapat dipelajari.” Selanjutnya Harsono (1988:252) menjelaskan: “Motivasi intrinsik sering pula disebut competenc motifation karena atlet dengan motifasi intrinsic biasanya sangat bergairah untuk meningkatkan kompetisinya dalam usaha untuk mencapai kesempurnaan.”

Siswa yang memiliki motifasi ini akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, berpengetahuan dengan cara belajar dengan sungguh-sungguh. Dorongan yang menggerakan bersumber pada suatu kebutuhan. Jadi motifasi itu muncul dari kesadaran sendiri dengan tujuan yang jelas, yaitu keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Sedangkan motivasi ektrinsik menurut Singgih (1989:101) adalah: “Dorongan yang berasal dari luar individu yang menyebabkan berpartisipasi dalam olahraga.” Motivasi ektrinsik dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktifitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar fisik. Berdasarkan hal tersebut, bukan berarti motivasi ini tidak penting. Hal seperti ini yang dikemukakan oleh Sardiman (2004:91) yaitu:

Dalam kegiatan belajar mengajar motifasi ektrinsik tetap penting, sebab kemungkinan besar keadaan sisa itu dinamis, berubah-ubah dan jjuga mungkin komponen-kompenen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa sehingga diperlukan motifasi ektrinsik.

Kemudian Butt dalam Wismaningsih (1992:40) menjelaskan: “Motivasi olahraga sebagaian besar bersumber kepada kkebutuhan individu merasa kompeten dalam suatu kegiatan olahraga.” Jadi dapat penulis gambarkan, seseorang melakuakan aktifitas olahraga didasarkan bahwa ia ingin menunjukan keterampilan maupun kompetensinya dibidang olahraga.

C. Belajar

Belajar merupakan istilah yang tidak asing dalam kehidupan manusia sehari-hari, dalam menjalani kehidupan tanoa disadari manusia telah melakukan apa yang disebut belajar. Menurut Skinner (1958) dalam Walgito (2004:166) mengemukakan bahwa, “Belajar itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Ini berarti bahwa sebagai akibat dari belajar adanya progresifitas, adanya tendensi ke arah yang lebih baik dari keadaan sebelumnya.”

Dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses adaptasi prilaku yang progresif, maka setelah terjadi proses adaptasi diharapkan terjadi perubahan dalam penampilan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Mc Geoch (1956) dalam Suryabrata (2002:231) bahwa: “Learning is a change in performance as a result of practice.” Ini berarti bahwa belajar membawa perubahan dalam penampilan, dan perubahan itu sebagai akibat dari latihan atau proses belajar.

Perubahan penampilan yang diakibatkan oleh proses belajar diharapkan dapat bersifat kekal. Mengenai hal ini Morgan (1984) dalam Walgito (2004:167) mengemukakan: “Learning can be defined as any relatively permanent change in behavior which occur as a result of practice or experience”. Ini berarti bahwa perubahan perilaku itu relatif permanen.

Dalam proses pembelajaran diharapkan terjadi perubahan sesuai dengan tujuan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Surya (2003:13) bahwa: “Dalam proses pembelajaran, semua aktifitas terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu.” Misalnya seorang inividu belajar pendidikan jasmani dengan harapan akan menjadi sehat dan bertujuan untuk mempelajari keterampilan berolahraga.

Dari beberapa teori di atas, dapat penulis gambarkan beberapa hal mengenai belajar yaitu:

1. Belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan adanya perubahan prilaku ini setelah belajar individu mengalami perubahan perilaku dalam arti yang luas.

2. Perubahan yang disebabkan karena belajar itu bersifat relatif permanen, yang berarti perubahan itu dapat bertahan dalam waktu yang lama. Tetapi perbahan itu tidak akan menetap terus menerus, sehingga sewaktu-waktu hal itu dapat berubah lagi sebagai akibat belajar.

3. Semua aktifitas pembelajaran terarah pada tujuan, sehingga perubahan yang terjadi akan seseuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Belajar sebagai proses atau aktifitas diisyaratkan oleh banyak sekali hal atau faktor-faktor. Faktor yang mempengaruhi belajar dapat diklasifikasikan, seperti yang dikemukakan oleh Suryabrata (2002:233-236) sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa, yaitu:

a. Faktor-faktor non sosial

Kelompok dari faktor-faktor ini tak terbilang jumlahnya, seperti misalnya keadaan udara, suhu, cuaca, waktu belajar dan fasilitas belajar. Faktor-faktor tersebut harus diatur sehingga dapat membantu kelancaran proses belajar.

b. Faktor-faktor sosial

Adalah faktor manusia seperti misalnya kegaduhan dalam kelas yang dilakukan oleh sebagian kecil siswa tentunya akan mengganggu secara keseluruhan proses belajar, ketika sedang belajar terdengar banyak orang lain yang bercakap-cakap disamping kelas, 1 atau 2 orang hilir mudik keluar kelas dan sebagainya. Biasanya faktor-faktor tersebut mengganggu konsentrasi, sehingga perhatian tidak dapat ditujukan pada proses belajar. Dengan berbagai cara faktor-faktor tersebut harus diatur supaya belajar dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.

2. Faktor-faktor yang berasal dalam diri siswa

a. Faktor-faktor fisiologis dalam belajar

Faktor fisiologis ini ternyata dibedakan oleh dua macam, yaitu tonus jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi-fungsi indera. Keadaan tonus jasmani pada umumnya dapat dikatakan yang melatar belakang aktifitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat dan segar akan membawa pengaruh yang baik terhadap proses belajar. Seperti misalnya keadaan gizi dan nutrisi yang cukup. Keadaan fungsi-fungsi panca indera yang berfungsi baik akan sangat membantu kelancaran proses belajar.

b. Faktor-faktor psikologis dalam belajar

Faktor-faktor psikologis mencakup pada hal-hal yang mendorong aktifitas belajar. Mengenai hal ini Fradsen (1961) mengemukakan dalam Suryabrata (2002:236) bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagai berikut

Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju
Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman
Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi
Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.

D. Motivasi Belajar dalam Pendidikan Jasmani

Definisi motivasi belajar menurut Sardiman (1986:40) menjelaskan: “Motivasi belajar adalah keinginan atau dorongan untuk belajar.” Artinya motivasi belajar akan mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar, jadi motivasi belajar siswa akan senantiasa menentukan intensitas belajar bagi para siswa.
Sehubungan dengan pentingnya motivasi belajar akan berkaitan dengan hasil belajar yang akan dicapai. Adapun fungsi motivasi seperti yang dikemukakan oleh Sardiman (2004:85) yaitu:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, sebagai sumber penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan

2. Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan rumusan tujuannya.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Dalam kaitan dengan pendidikan jasmani motivasi belajar pendidikan jasmani sangat diperlukan agar kegiatan belajar-mengajar dapat berlangsung dan tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Sesuai dengan konsep motifasi belajar, maka motivasi belajar pendidikan jasmani adalah dorongan atau keinginan siswa untuk melakukan aktifitas-aktifitas yang terdapat dalam kegiatan belajar pendidikan jasmani.

Adalah tugas seorang guru untuk membangkitkan motivasi belajar siswa. Misalnya dengan menjelaskan maksud dan tujuan tugas yang akan diberikan. Lutan (1998:30) menjelaskan: “Teknik memotivasi belajar pendidikan jasmani adalah dengan cara: orientasi sukses, modifikasi cabang olahraga, motivasi dalam diri anak, pengajaran dengan menawarkan tugas dan fariasi antar tugas.” Pengajaran akan berhasil mencapai tujuannya kalau anak aktif melaksanakan tugas ajar. Untuk itu tugas gerak disesuaikan dengan kemampuan siswa dan kriteria berhasil juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.

Memotivasi siswa dalam mengikuti belajar pendidikan jasmani adalah menumbuhkan dorongan dari dalam diri anak untuk mencintai pendidikan jasmani. Lutan (1998:33) menjelaskan: “Dorongan untuk mencintai pendidikan jasmani berkaitan dengan rasa puas, senang dan berhasil. Namun sesekali dikombnasikan dengan memotifasi dari luar diri anak yaitu berupa pujian, pemberian hadiah, atau nilai yang bagus.”

Variasi belajar adalah sumber dari motifasi karena itu sebaiknya seorang guru merencanakan variasi tugas dalam pembelajaran dan hendaknya memahami bagaimana intensitas motivasi yang dimiliki oleh siswanya. Jika terdapat siswa yang rendah motivasinya, maka perlu diselidiki penyebabnya dan mendorong siswa untuk melakukan apa yang seharussnya dilakukan. Kemudian Abin Syamsudin (2000:40) menyatakan ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator untuk mengetahui seberapa besar kekuatan motifasi belajar, yaitu:

1. Durasi kegiatan (berapalama kemampuan penggunaan waktunya untuk melakukan kegiatan).

2. Frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode waktu tertentu)

3. Persistensinya (ketetapan dan kelekatannya pada tujuan kegiatan belajar)

4. Ketabahan, keuletan, dan kemampuannya dalam menghadapi kesulitan untuk mencapai tujuan

5. Devosi (pengabdian) dan pengorbanan(uang, tenaga, pikiran bahkan jiwanya untuk mencapai tujuan)

6. Tingkat aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target dan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan

7. Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai dari kegiatannya

8. Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan.

Asesmen Pembelajaran Penjas

A. Pendidikan Jasmani
Definisi pendidikan secara luas seperti yang dikemukakan oleh Mudyahardjo (1998:1) yaitu segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup”. Sedangkan definisi pendidikan yang lebih sempit yang dikemukakan Mudyahardjo (1998:1) yaitu “pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal”.
Pendidikan jasmani adalah pendidikan yang menggunakan jasmani sebagai titik pangkal mendidik. Hal ini berarti pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan meningkatkan keterampilan berolahraga. Namun tujuan itu tidak hanya menitikberatkan pada kebugaran jasmani dan keterampilan olahraga saja. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam undang-undang Nomor 12 tahun 1954 pada Bab VI, pasal 9 (dalam Wirjasantosa 1984:25) tercantum:

Pendidikan jasmani yang menuju kepada keselarasan antara tumbuhnya badan dengan perkembangan jiwa, merupakan usaha untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sehat kuat lahir batin, diberikan pada semua jenis sekolah.


Perkataan keselarasan menjadi pedoman untuk menjaga agar penidikan jasmani tidak terpisahkan dari arti pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan jasmani adalah bagian tuntutan terhadap pertumbuhan jasmani dan rohani. Selanjutnya Lutan (2000:2) mengemukakan:

Pendidikan jasmani itu bersifat menyeluruh, sebab mencakup bukan hanya aspek fisik tetapi juga aspek lainnya yang mencakup aspekintelektual, emosional, sosial dan moral dengan maksud anak muda itu menjadi seseorang percaya diri, berdisiplin, sehat bugar dan hidup bahagia.


Pengaruh pendidikan jasmani akan memberikan dampak positif pada siswa untuk mengembangkan kemampuan secara keseluruhan baik afektif, kognitif dan psikomotor. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lutan (2000:2-3) yaitu:

Pendidikan jasmani memberikan kesempatan kepada siswa untuk:
  1. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya yang berkaitan dengan aktifitas jasmani, perkembangan estetika, dan perkembangan sosial.
  2. Mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk menguasai keterampilan gerak dasar yang akan mendorong partisipasinya dalam aneka aktivitas jasmani
  3. Memperolah dan mempertahankan derajak kebugaran jasmani yang optimal untuk melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dan terkendali
  4. Mengembangkan nilai-nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktifitas jasmani baik secara berkelompok maupun perorangan.
  5. Berpartisipasi dalam aktifitas jasmani yang dapatmengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang.
  6. Menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktifitas jasmani termasuk permainan olahraga.

Jadi dapat penulis gambarkan bahwa pendidikan jasmani adalah pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor lewat aktifitas jasmani. Domain kognitif mencakup pengetahuan tentang fakta, konsep dan lebih penting lagi adalah penalaran dan kemampuan dalam memcahkan masalah. Domain afektif menyentuh pada pembentukan sikap dan prilaku yang mencakup kemampuan diri, kemampuan memotifasi diri, ketekunan dan kemampuan berempati. Dan domain psikomotor yaitu aspek kebugaran jasmani dan keterampilan olahraga.
Telah dikemukakan sebelumnya, tujuan dari pendidikan jasmani itu bersifat menyeluruh tidak hanya mencakup aspek fisik saja, hal ini seperti dikemukakan oleh Lutan (1998:4) yaitu: “Tujuan program pendidikan jasmani itu lebih bersifat menyeluruh mencakup bukan hanya aspek fisiknya tetapiaspek lainnya sehingga memiliki percaya diri, berdisiplin, sehat, bugar dan hidup bahagia.”
Dalam pembelajaran pendidikan jasmani diperlukan situasi poses belajar mengajar yang mendukung tercapainya tujuan pembelajaran pendidikan jasmani. Dalam hal ini Sardiman (2004:85) mengemukakan: “Motifasi bertalian dengan suatu tujuan.” Artinya dengan motifasi yang tinggi, seorang siswa akan bersemangat dalam belajar pendidikan jasmani dilapangan meskipun diterik matahari pada siang hari. Selanjutnya Singgih (1989:93) yaitu: “Motifasi dalam olahraga menjamin kelangsungan belajar dan memberikan arah pada kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.” Dengan demikian dalam kegiatan belajar ddiperlukan adanya motifasi siswa untuk tercapainya tujuan belajar pendidikan jasmani.


B. Asesmen Pembelajaran Penjas

1. Pengertian Asesmen
Menerapkan salah satu model evaluasi dengan menggunakan pendekatan asesmen dapat memudahkan guru, siswa, orang tua bahkan pihak sekolah dalam memantau kemajuan belajar. Asesmen itu sendiri menurut Adang (2001:6) yaitu: “Proses pengumpulan informasi/data yang berfungsi untuk membantu siswa dalam belajarnya sekaligus digunakan untuk menentukan nilai.”
Asesmen dan pengukuran merupakan istilah dari evaluasi yang keduanya mengandung pengertian yang sama, yaitu: (1) Keduanya merupakan proses pengumpulan informasi. (2) Keduanya merupakan salah satu tahap dalam proses evaluasi. (3) Keduanya seringkali diikuti oleh penilaian. Karena kedua istilah ini banyak persamaannya, maka dalam kasus tertentu penggunaannya sama. Misal, dalam kasus tes lari 1000 meter. Data yang diperoleh melalui tes ini berupa skor, misalnya 9 menit. Jadi, untuk menentukan nilai, data ini tidak perlu dikuantifikasi lagi. Yang terpenting, apa makna skor 9 menit, apa bedanya dengan skor 7 menit.
Dalam pelaksanaannya, evaluator berusaha mengamati dan mengumpulkan informasi tentang kelemahan dan keunggulan belajar siswa. Informasi ini digunakan sebagai umpan balik bagi guru, dalam menentukan langkah untuk mengatasi kesulitan belajar siswa.
Jenis informasi yang dihimpun melalui asesmen banyak ragamnya, bergantung pada kebutuhan antara lain berupa skor, deskripsi kegiatan dan kualitas. Asesmen yang sering digunakan berupa daftar cek dan borang, guru dapat lebih mudah memantau kemajuan belajar dan menentukan materi yang harus diberikan sesuai dengan tingkat kemajuan belajar siswa.
Borang (instrumen) asesmen merupakan salah satu bentuk instrumen pengumpul data. Borang dapat disajikan dalam bentuk lembar kerja siswa. Setiap contoh borang selalu diawali dengan materi alternatif tujuan asesmen. Suatu hal yang tidak mungkin untuk membuat penilaian yang dapat mencerminkan semua unsur penting dari suatu penampilan. Sehubungan dengan itu, alternatif tujuan merupakan salah satu pilihan mengenai tujuan asesmen yang diperoleh dari hasil tinjauan ulang tentang keterampilan yang diajarkan dan disesuaikan dengan keadaan siswa yang belajarnya dengan kata lain, para guru dapat saja merumuskan tujuan dan merancang borang sesuai dengan kebutuhan program disekolahnya.

2. Maksud dan Tujuan Asesmen
Profesi sebagai seorang guru pendidikan jasmani bukanlah hal yang mudah. Guru pendidikan jasmani dihadapkan pada beberapa masalah dan tantangan dalam pelaksanaan evaluasi pendidikan jasmani. Tantangan itu antara lain adalah jumlah siswa yang cukup banyak dan alokasi waktu yang relatif terbatas.
Adapun tujuan dari model evaluasi dengan menggunakan pendekatan asesmen antara lain yaitu untuk menghimpun data pengetahuan siswa tentang konsep dan keterampilan gerak yang dipelajarinya, merupakan hasil tinjauan ulang tentang keterampilan yang diajarkan dan disesuaikan dengan keadaan siswa, kemudian informasi ini digunakan sebagai umpan balik bagi guru dalam menentukan langkah untuk mengatasi kesulitan belajar siswa

3. Manfaat Asesmen
Manfaat yang dirasakan dalam mengevaluasi siswa melalui asesmen dapat dilihat melalui data perkembangan kemajuan belajar. Pelaporan merupakan salah satu bukti diselenggarakannya evaluasi yang selanjutnya dipakai sebagai umpan balik yang sangat berguna. Bagi guru,dijadikan dasar pembuatan keputusan yang berhubungan dengan perbaikan pengajarannya. Bagi siswa, dapat membangkitkan motifasi belajar. Bagi orang tua siswa, merupakan bukti dari pertanggung jawaban dari sekolah terhadap dukungan orang tua untuk keberhasilan anaknya. Menurut Adang (2001:9) proses ini paling tidak mengandung 4 manfaat yaitu:

  • Menelaah secara seksama kemampuan siswa.
  • Untuk meningkatkan aktifitas balajar dan memotifasi siswa, hindarkanlah penggunaan standar yang baru, atau perbandingan dengan teman.
  • Memberikan informasi tentang keberhasilan seluruh program.
  • Aspek-aspek apa saja yang sudah dikuasai dan yang belum dikuasai siswa, dan guru sebagai evaluator perlu memberikan penghargaan atas apa yang telah siswa capai.
  • Memeberikan bukti kepada orang tua siswa, Kepala sekolah dan pihak lain. Manfaat apa yang telah diperoleh dari pendidikan jasmani yang diselenggarakan dengan pengelolaan yang baik.
  • Dijadikan ukuran yang dapat dipertanggung jawabkan untuk menilai keberhasilan proses belajar mengajar.

Pada saat evaluasi, guru sering terkejut melihat hasil proses belajar mengajar dengan kesimpulan pihak guru sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, tetapi hasil tes kurang baik.

4. Hubungan Asesmen Dengan Pembelajaran
Peningkatan mutu proses belajar mengajar merupakan persoalaan penting dalam pendidikan, begitu pula dalam pendidikan jasmani. Titik sentral proses belajar mengajar adalah siswa belajar. Sedangkan istilah mengajar lebih menekankan pada aktifitas guru. Tujuan mengajar pada dasarnya adalah mendorong siswa agar belajar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan tersebut pembuatan keputusan harus dilaksanakan.
Penentuan nilai atau sering disebut juga grading adalah proses pemberian makna terhadap informasi yang diperoleh mengenai asesmen dan pengukuran. Yang bertujuan memberi gambaran mengenai hasil belajar siswa sehingga dapat dipahami oleh guru, siswa dan orang tua.
Dari uraian diatas maka penulis menyimpulkan penentuan nilai hanya mungkin dapat dilakukan manakala tersedia informasi yang diperoleh melalui asesmen dan pengukuran. Asesmen dan pengukuran dapat dilakukan manakala tersedia instrumennya. Instrumen yang digunakan harus sesuai dengan tujuan evaluasi. Keseluruhan proses dari mulai penentuan tujuan, pembuatan instrumen, pengumpulan informasi atau data, dan grading inilah yang disebut proses evaluasi yang nantinya akan menunjukan prestasi siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Dengan begitu hubungan antara asesmen dengan pembelajaran sangat erat.

5. Jenis atau Bentuk Asesmen
Asesmen itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian diantaranya Asesmen otentik. Asesmen dikatakan otentik manakala siswa mendemonstrasikan perilaku yang diharapkan dalam situasi nyata, misalnya bermain sepak bola dengan teman-temannya, atau bermain lempar tangkap dengan keluarganya. Pada kasus ini guru dapat menghimpun informasi tentang 1) bagaimana menerapkan pengetahuan dan keterampilan pada situasi nyata melakukan aktivitas fisik atau olahraga, dan 2) bagaimana menerapkan konsep kerja sama dan teknik menendang pada situasi nyata bermain sepak bola dan sebagainya. Namun demikian menyediakan situasi nyata untuk keperluan asesmen sangatlah menantang. Para guru perlu mengembangkan asesmen otentik yang menyebabkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari siswa secara alami terungkap. Dengan demikian diharapkan perilaku yang terungkap tersebut merupakan cerminan kehidupan nyata baik dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah.
Asesmen alternatif menjadi asesmen otentik manakala diterapkan dalam situasi nyata. Alternatif asesmen menuntut siswa menggunakan keterampilan berfikir yang lebih tinggi. Keterampilan memecahkan masalah dan pembuatan keputusan, siswa dituntut mendemonstrasikan perilaku. Pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan dalam situasi dan kondisi yang terkendali.

Permainan Bola Basket

Kata dasar dari permainan adalah main. Kata main menurut Poerwadarminta (1984:620) berarti, “Perbuatan untuk menyenangkan hati (yang dilak...