Tuesday, July 10, 2012

NORMA-NORMA PEMBEBANAN DALAM LATIHAN


Norma-norma pembebanan latihan meliputi volume, intensitas, interval dan densitas. Adapun pembahasan mengenai norma-norma pembebanan adalah sebagai berikut:
1.      Volume
Dalam suatu latihan biasanya berisi drill-drill atau bentuk-bentuk latihan. Isi latihan atau banyaknya tugas yang harus diselesaikan ini disebut volume latihan. Tentang hal ini oleh Chu (1989:13) dijelaskan, “Volume is the total work performed is single work at session or cycle”. Sedangkan mengenai pentingnya volume latihan oleh Bompa (1993:57) dikatakan, “As an athlete approaches the stage of high performance, the overall volume training becomes more important”. Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap latihan harus memperhatikan volume latihan selain dari intensitas latihannya.
2.      Intensitas
Intensitas latihan oleh Moeloek (1984:12) dijelaskan, “Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan”. Kemudian Chu (1989:13) menyatakan, “Intensity is effort involved in performing a given task”. Jadi intensitas latihan adalah besarnya beban latihan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu.
Untuk mengetahui suatu intensitas latihan atau pekerjaan adalah dengan mengukur denyut jantungnya. Cara mengukur intensitas ini oleh Harsono (1988:115) dijelaskan, “Intensitas latihan dapat diukur dengan berbagai cara, diantaranya mengukur denyut jantung (heart rate)”. Selanjutnya Katch dan McArdle yang dikutip oleh Harsono (1988:116) menjelaskan:

1)      Intensitas latihan dapat diukur dengan cara menghitung denyut jantung/nadi dengan rumus: denyut nadi maksimum (DNM) = 220 – umur (dalam tahun). Jadi seseorang yang berumur 20 tahun, DNM-nya = 220 – 20 = 200.
2)      Takaran intensitas latihan
a.       Untuk olahraga prestasi: antara 80%-90% dari DNM. Jadi bagi atlet yang berumur 20 tahun tersebut takaran intensitas yang harus dicapainya dalam latihan adalah 80%-90% dari 200 = 160 sampai dengan 180 denyut nadi/menit.
b.       Untuk olahraga kesehatan: antara 70%-85% daari DNM. Jadi untuk orang yang berumur 40 tahun yang berolahraga menjaga kesehatan dan kondisi fisik, takaran intensitas latihannya sebaiknya adalah 70%-85% kali (220 – 40), sama dengan 126 s/d 153 denyut nadi/menit.
Angka-angka 160 s/d 180 denyut nadi/menit dan 126 s/d 153 denyut nadi/menit menunjukan bahwa atlet yang berumur 20 tahun dan orang yang berumur 40 tahun tersebut berlatih dalam training sensitive zone, atau secara singkat biasanya disebut training zone.
3)      Lamanya berlatih di dalam training zone:
a.       Untuk olahraga prestasi: 45 – 120 menit
b.       Untuk olahraga kesehatan: 20 – 30 menit
3.      Interval
Masa pulih atau recovery dari setiap penyelesaian suatu tugas adalah hal yang perlu diperhatikan karena menyangkut kesiapan tubuh umumnya dan otot-otot khususnya untuk menerima beban tugas berikutnya. Mengenai masa pulih ini, Brittenham yang diterjemahkan oleh Soepadmo (1996:12) menjelaskan sebagai berikut:

Adaptasi fisik terjadi pada saat istirahat, karena pada waktu itu tubuh membangun persiapan untuk gerakan berikutnya. Maka istirahat yang cukup akan memberikan hasil yang maksimal. Jika anda terlalu giat berlatih dan tidak memberikan kesempatan tubuh beristirahat diantara tiap sesi latihan, maka anda akan mengalami kelelahan atau bahkan kemunduran.


4.      Densitas
            Densitas merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kekerapan latihan dan merupakan frekuensi latihan yang dilakukan, diselingi waktu istirahat atau bisa disebut pula dengan kepadatan latihan, seperti 3 set  @ 20 x pukulan forehand groundstroke = 60 kali, jadi kepadatannya adalah 60 kali pukulan forehand groundstroke.

Sunday, May 27, 2012

PENGUMUMAN KELULUSAN UN 2012

Selamat dan Semoga Sukses Selalu untuk Siswa-Siswi SMA Negeri 26 Bandung atas Kelulusannya yang 100% ... 

Friday, May 11, 2012

Teknik Menendang Bola Dalam Permainan Sepak Bola


Sepak bola merupakan jenis olahraga beregu yang dimainkan oleh 11 orang di lapangan dengan bola sebagai alat permainannya. Olahraga sepak bola dimainkan dengan menggunakan tungkai, kaki, badan dan kepala, kecuali penjaga gawang dapat menggunakan tangan. Tujuan permainan ini adalah memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawan dan mempertahankan gawang sendiri dari serangan lawan. Sucipto dkk. (2000:7) menjelaskan tentang pengertian sepak bola sebagai berikut: “Sepak bola merupakan permainan beregu, masing-masing regu terdiri dari sebelas pemain, dan salah satunya penjaga gawang. Permainan ini hampir seluruhnya dimainkan dengan menggunakan tungkai, kecuali penjaga gawang yang dibolehkan menggunakan lengannya di daerah tendangan hukumannya.” Kemudian Sukintaka (1979:103) menjelaskan sebagai berikut: “Sepak bola adalah permainan yang dimainkan oleh dua regu yang masing-masing regu terdiri dari 11 orang pemain, yang mempunyai tujuan untuk memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawan dan mempertahankan gawangnya sendiri untuk tidak kemasukan.”
Setiap cabang olahraga mempunyai tujuan dari permainannya. Tujuan permainan sepak bola menurut Sucipto dkk. (2000:7) adalah “Memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawan dan berusaha menjaga gawangnya sendiri agar tidak kemasukan.” Hal ini berarti suatu regu dinyatakan menang apabila regu tersebut lebih banyak memasukkan bola ke gawang lawannya dan lebih sedikit kemasukan bola.
Dalam permainan sepak bola terdapat beberapa teknik dasar yang harus dikuasai, diantaranya menggiring bola, menendang bola, menghentikan bola, dan mengoper bola. Mengenai teknik dasar permainan sepak bola dijelaskan oleh Sukintaka (1979:73) sebagai berikut:


Teknik sepak bola dapat dibagi dalam dua bagian:
a.       Teknik tanpa bola (teknik badan)
b.      Teknik dengan bola
Teknik tanpa bola dapat dibedakan menjadi:
1)      Teknik lari
2)      Teknik melompat
3)      Teknik gerak tipu
Teknik dengan bola dapat dibedakan menjadi:
1)      Teknik menendang bola
2)      Teknik menerima bola
3)      Teknik menyundul bola
4)      Teknik menggiring bola
5)      Teknik melempar bola
6)      Teknik menipu lawan
7)      Teknik merampas bola
8)      Teknik penjaga gawang

Kosasih (1985:216) membagi teknik dasar bermain sepak bola menjadi enam bagian yaitu: “Teknik menendang bola, menghentikan bola, menggiring bola, gerak tipu, teknik menyundul bola dan teknik melempar bola.” Sedangkan Sukatamsi (1984:124) menjelaskan tentang pembagian teknik dasar sepak bola adalah sebagai berikut: “Menerima bola, menendang bola, menggiring bola, menyundul bola, melempar bola, gerak tipu, merebut bola dan teknik-teknik khusus penjaga gawang.”
Penguasaan keterampilan teknik dasar bagi seorang pemain sepak bola adalah penting, karena sangat berkaitan dengan tujuan permainan sepak bola yaitu memasukkan bola ke gawang lawan dan mempertahankan gawang sendiri dari serangan lawan. Tanpa penguasaan teknik yang memadai maka tujuan permainan sepak bola cenderung tidak akan tercapai.
Menendang bola merupakan salah satu teknik yang harus dikuasai oleh seorang pemain sepak bola, karena berdasarkan fungsinya, menendang bola dapat digunakan sebagai cara memberikan (mengoper) bola kepada teman dalam berbagai jarak dan menembak bola ke gawang. Jika kemampuan menendang bola ini kurang baik maka seorang pemain dapat dikatakan tidak dapat bermain sepak bola dengan baik.
Shooting atau tembakan merupakan salah satu cara untuk memasukkan bola atau menciptakan gol ke gawang lawan dengan menggunakan kaki sebagai subyek geraknya. Fralick (1945:17) menyatakan, “Shooting at the goal is a very important phase of the game.” Kemudian Sukatamsi (1997:230) menyatakan:

Menendang bola merupakan teknik dasar bermain sepak bola yang paling banyak digunakan dalam permainan sepak bola. Kesebelasan sepak bola yang baik adalah suatu kesebelasan sepak bola yang semua pemainnya menguasai teknik dasar menendang bola dengan baik, cepat dan tepat ke arah sasaran, baik teman maupun sasaran dalam membuat gol ke gawang lawan.”

Sucipto dkk. (2000:11) menyatakan, “Menendang bola merupakan pola gerak dominan yang paling penting dalam permainan sepak bola. Pada dasarnya bermain sepak bola itu tidak lain dari permainan menendang bola.” Kemudian Tarigan (2001:58) menyatakan, “Sekitar 80% terjadinya gol berasal dari tembakan.”
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa penguasaan keterampilan teknik dasar menendang bola bagi seorang pemain sepak bola adalah penting, karena sangat berkaitan dengan tujuan permainan sepak bola yaitu memasukkan bola ke gawang lawan. Tanpa penguasaan teknik menendang bola yang memadai maka tujuan permainan sepak bola cenderung tidak akan tercapai secara maksimal.
Mengenai teknik menendang bola dijelaskan oleh Soejoedi (1979:118) sebagai berikut:

Pembagian cara menendang:
            Atas dasar bagian kaki yang digunakan untuk menendang:
1.      dengan bagian kaki sebelah dalam
2.      dengan kura-kura kaki (punggung kaki)
3.      dengan kura-kura kaki bagian dalam
4.      dengan kura-kura kaki bagian luar
5.      dengan bagian kaki sebelah luar
6.      dengan ujung jari (sepatu)
7.      dengan tumit
8.      dengan paha
            Atas dasar kegunaannya:
1.      mengoper bola kepada teman
2.      menembak ke gawang
3.      menyapu bola
4.      tendangan-tendangan khusus seperti tendangan sudut, tendangan gawang, dan tendangan hukuman
Atas dasar tinggi rendahnya bola:
1.      melambung rendah setinggi lutut
2.      melambung sedang setinggi kepala
3.      melambung tinggi di atas kepala
            Atas dasar arah bola:
1.      tendangan lurus
2.      tendangan melengkung

Kemudian Sukatamsi (1997:233) menjelaskan tentang jenis tendangan berdasarkan tinggi-rendahnya lambungan bola sebagai berikut:

Atas dasar tinggi rendahnya lambungan bola:
1)      Tendangan bola rendah
Bola menggulir datar di atas permukaan tanah sampai setinggi lutut
2)      Tendangan bola melambung lurus atau melambung sedang
Bola melambung paling rendah setinggi lutut dan paling tinggi adalah setinggi kepala
3)      Tendangan bola melambung tinggi
Bola melambung tinggi paling rendah setinggi kepala

Berdasar pada penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teknik dasar sepak bola terbagi dalam dua teknik yaitu teknik tanpa bola dan teknik dengan bola. Teknik tanpa bola berfungsi untuk pergerakan badan mencari posisi yang menguntungkan dan menghindar dari penjagaan lawan. Sedangkan teknik dengan bola berfungsi untuk menguasai dan menjaga bola dari lawan.
Berkaitan dengan penelitian ini, maka menendang bola yang dimaksud adalah menendang bola ke arah gawang. Adapun cara menendang bola ke gawang adalah sebagai berikut:
1)      Awalan: berdiri lurus dengan bola, kaki tumpu diletakkan di samping bola dengan jari kaki menghadap ke depan dan lutut sedikit ditekuk. Kaki sepak diputar keluar pada pangkal pahanya sehingga kaki sepak membentuk sudut 90o dengan kaki tumpu.
2)      Perkenaan dengan bola: terjadi pada daerah punggung kaki, sedangkan bola disepak tepat pada titik pusatnya.
3)      Follow Through: dengan cara mengikuti lintasan ayunan gerak kaki ke depan.

Secara biomekanika, teknik menendang bola dengan tujuan memasukkan bola ke gawang lawan dalam jarak tertentu maka harus sesuai dengan hukum gerak sebagai berikut:
            Untuk mencapai tujuan tendangan, maka tungkai sebagai subjek gerak harus dapat bergerak dengan cepat dan kuat khususnya untuk menendang bola ke gawang yang jaraknya jauh. Secara mekanik, kecepatan gerak ditentukan oleh force (gaya), dan waktu tempuh. Hal ini berarti tendangan harus dilakukan dengan gaya yang besar, dan waktu tempuh yang singkat.
           Pada saat melakukan tendangan, untuk mencapai jarak horizontal yang sejauh-jauhnya, maka harus mengacu pada penjelasan Hidayat (1990:57) bahwa, “Besarnya impuls = K x t. Impuls yang besar mengakibatkan momentum yang dihasilkan juga besar.” K = kekuatan dan t = waktu. Hal ini berarti apabila tendangan dilakukan dengan dukungan power yang besar dan dilakukan dalam waktu yang cepat, maka akan menimbulkan impuls dan momentum yang besar sehingga efek tendangan pun akan besar pula. Artinya bola sebagai objek tendangan akan bergerak dengan cepat menuju sasaran.
Untuk melakukan tendangan terhadap bola diperlukan kekuatan (K) otot tungkai dan awalan (jarak sasaran dengan kaki ayun). Kekuatan dan jarak awalan menghasilkan kerja/usaha yang besarnya = K x s. Kaki ayun berada dalam tegangan yang mengandung tenaga disebut Tenaga Kerja Tempat (karena tempat dan potensinya). Tenaga Kerja Tempat mampu mencapai sasaran sesuai dengan besarnya kekuatan dan awalan yang dilakukan. Hidayat (1990:28) menjelaskan, “Sebuah benda dikatakan mempunyai Tenaga Kerja Tempat bilamana oleh karena tempatnya benda tersebut mempunyai kerja.”  
           Hasil tendangan ditentukan oleh besarnya kekuatan, waktu tempuh dan jarak awalan. Hal ini berarti kaki ayun akan mencapai sasaran sesuai dengan besarnya kekuatan yang digunakan untuk menendang dan jarak awalan kaki ayun dengan titik perkenaan kaki dan sasaran. Berkenaan dengan hal ini Zanon (1973) yang dikutip oleh Hidayat (1996) menyatakan, “Kecepatan gerak itu berbanding lurus dengan kekuatan maksimal.” Hal ini berarti kecepatan gerak tungkai dalam melakukan tendangan ditentukan oleh kekuatan maksimal yang dikeluarkannya. Dengan kekuatan yang besar maka akan menghasilkan kecepatan gerak yang tinggi. Berkaitan dengan kekuatan, Hidayat (1990:56) menjelaskan:

Momentum tidak timbul begitu saja. Yang menyebabkannya adalah kekuatan (K). Makin lama kita kerahkan K, makin besar momentum yang ditimbulkannya. Jadi K (kekuatan) x t (lamanya kekuatan bekerja) adalah yang menyebabkan, sedangkan m (massa) x v (velocity) adalah akibat yang ditimbulkan. Sebab dan akibat selalu sama besarnya. K x t = m x v.

Penjelasan tersebut menggambarkan bahwa bila momentum benda diteruskan atau dipindahkan ke benda lain, maka jumlah momentum dari benda yang pertama sama besar dengan jumlah momentum dari benda ke dua. Dalam hal tendangan terhadap bola, momentum ayunan kaki diteruskan ke sasaran dengan besar atau jumlah yang sama.

Tuesday, May 1, 2012

Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani


Pendidikan jasmani sebagai alat pendidikan dalam pelaksanaannya diimplementasikan melalui berbagai model diantaranya movement education, fitness approach, dan sport education model. Masing-masing model pembelajaran memiliki kesesuaian dengan tingkat atau jenjang pendidikan tertentu. Seperti model movement education yang sesuai untuk kelas-kelas bawah, terutama dari mulai TK sampai kelas 3 SD. Mengenai model-model program pendidikan jasmani di atas, Adang Suherman (2000:41-51) menjelaskan bahwa:
a.       Movement Education (Pendidikan Gerak)
Salah satu model implementasi program pendidikan jasmani yang lebih menekankan pada penguasaan gerak. Tujuan dari pendekatan ini terutama agar anak:
1)      Dapat bergerak secara terampil, dapat menunjukkan aneka ragam gerak secara efisien dan efektif pada situasi yang terencana maupun tidak terencana
2)      Lebih menyadari akan arti dan rasa dari gerak itu sendiri, serta menyenanginya baik sebagai pelaku maupun penonton
3)      Meningkatkan pengetahuan dan menerapkan pengetahuan tentang gerak manusia
Aktivitas belajar yang tertuang dalam kurikulum pada model ini dapat diklasifikasikan ke dalam tiga katagori, yaitu tari (dance), senam (gymnastics), dan permainan (games). Gaya mengajar yang sering digunakan pada model ini adalah gaya eksplorasi, yaitu anak disuruh bereksplorasi melakukan berbagai gerak dasar.

b.       Fitness Approach (Pendekatan Kebugaran)
Salah satu model implementasi program pendidikan jasmani yang lebih menekankan pada peningkatan kualitas kesegaran jasmani anak didiknya. Tujuan dari pendekatan ini terutama agar anak:
1)      Menjadi lebih segar
2)      Mengetahui dasar-dasar fisiologis kesegaran jasmani
3)      Mengetahui dan memelihara gaya hidup sehat
Dalam kurikulum model ini, unsur-unsur kesegaran jasmani merupakan isi dari kurikulum yang dikembangkannya.

c.       Academic-Discipline Approach (Pendekatan Disiplin Akademik)
Salah satu model implementasi program pendidikan jasmani yang lebih menekankan pada penguasaan aspek akademis secara mendalam bagi para siswa S1 pendidikan jasmani. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah penguasaan pengetahuan dan pemahaman tentang dasar-dasar ilmu pendidikan jasmani secara mendalam, namun penampilan olahraga dan aktivitas fisik lainnya tetap diberikan.

d.      Social Development Model (Model Pengembangan Sosial)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan humanistic (humanistic education). Cirri utamanya adalah 1) memperlakukan anak sebagai mahluk individu, 2) lebih menekankan pada perkembangan individu dan perkembangan sosial daripada perolehan akademis (academic achievement). Tujuan model ini adalah membantu siswa:
1)      Mengatasi permasalahan kehidupan sosialnya dengan lebih baik
2)      Memperoleh kehidupan pribadinya dengan lebih baik
3)      Mampu memberi kontribusi terhadap kehidupan lingkungan sosial di sekitarnya

e.       Sport Education Model (Model Pendidikan Olahraga)
Sport Education Model merupakan model kurikulum yang dapat dikembangkan bukan hanya di sekolah tetapi lebih luas lagi di masyarakat. Tujuan utama model ini adalah membantu semua siswa mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang berguna untuk dapat berpartisipasi dalam olahraga serta membantu siswa untuk menjadi olahragawan yang baik sepanjang hidupnya.

f.        Adventure Education Approach (Pendekatan Pendidikan Petualangan)
Terdapat dua gagasan yang mendorong munculnya model ini. Pertama, aktivitas petualangan (terutama aktivitas berbahaya di alam terbuka) mempunyai potensi pendidikan dan potensi pegnembangan karakter. Kedua, minat masyarakat terhadap rekreasi outdoor nampak semakin meningkat. Beberapa tujuan dari model ini adalah sebagai berikut:
1)      Mempelajari keterampilan-keterampilan rekreasi outdoor dan mendapatkan kepuasan dari kegiatan itu
2)      Belajar tinggal pada situasi dan kondisi yang serba terbatas
3)      Belajar menemukan kesenangan pada saat menerima tantangan dari kegiatan fisik yang menegangkan dan beresiko
4)      Belajar hidup mandiri pada lingkungan alami
5)      Berbagi pengalaman dan belajar hidup bersama dengan kelompoknya

g.       Eclectic Approach (Pendekatan Eklektik)
Meskipun beberapa sekolah dapat menerapkan model-model kurikulum secara penuh, namun sekolah-sekolah lainnya bisa saja menerapkan gabungan atau kombinasi dari model-model itu. Penerapan model kurikulum seperti ini disebut sebagai pendekatan eklektik (eclectic approach).
Dua diantara beberapa kemungkinan penerapannya, Pertama: masing-masing model kurikulum dijadikan unit dari keseluruhan program pendidikan jasmani dan bersifat wajib bagi seluruh siswa untuk mengikutinya. Kedua: masing-masing model kurikulum ditawarkan kepada siswa dan siswa dapat memilihnya.

h.       Developmental Education (Pendidikan Pengembangan)
Model developmental menempatkan anak sebagai pusat pertimbangan kurikulum. Pembuat kurikulum membuat program pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik pada saat sekarang. Model ini berusaha menciptakan kurikulum yang holistic dan seimbang antara pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Model ini menganggap bahwa “setiap individu mempunyai irama dan pola pertumbuhan dan perkembangan yang unik.” Oleh karena itu unit pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan individu.

Saturday, March 31, 2012

Permainan Bola Voli


Pada awal penemuannya, olahraga permainan bola voli ini diberi nama Mintonette. Olahraga Mintonette ini pertama kali ditemukan oleh seorang Instruktur pendidikan jasmani (Director of Phsycal Education) yang bernama William G. Morgan di YMCA pada tanggal 9 Februari 1895, di Holyoke, Massachusetts (Amerika Serikat).
William G. Morgan dilahirkan di Lockport, New York pada tahun 1870, dan meninggal pada tahun 1942. YMCA (Young Men’s Christian Association) merupakan sebuah organisasi yang didedikasikan untuk mengajarkan ajaran-ajaran pokok umat Kristen kepada para pemuda, seperti yang telah diajarkan oleh Yesus. Organisasi ini didirikan pada tanggal 6 Juni 1884 di London, Inggris oleh George William.
Setelah bertemu dengan James Naismith (seorang pencipta olahraga bola basket yang lahir pada tanggal 6 November 1861, dan meninggal pada tanggal 28 November 1939), Morgan menciptakan sebuah olahraga baru yang bernama Mintonette. Sama halnya dengan James Naismith, William G. Morgan juga mendedikasikan hidupnya sebagai seorang instruktur pendidikan jasmani. William G. Morgan yang juga merupakan lulusan Springfield College of YMCA, menciptakan permainan Mintonette ini empat tahun setelah diciptakannya olahraga permainan Basketball oleh James Naismith. Olahraga permainan Mintonette sebenarnya merupakan sebuah permainan yang diciptakan dengan mengkombinasikan beberapa jenis permainan. Tepatnya, permainan Mintonette diciptakan dengan mengadopsi empat macam karakter olahraga permainan menjadi satu, yaitu bola basket, baseball, tenis, dan yang terakhir adalah bola tangan (handball). Pada awalnya, permainan ini diciptakan khusus bagi anggota YMCA yang sudah tidak berusia muda lagi, sehingga permainan ini-pun dibuat tidak seaktif permainan bola basket.
Perubahan nama Mintonette menjadi volleyball (bola voli) terjadi pada pada tahun 1896, pada demonstrasi pertandingan pertamanya di International YMCA Training School. Pada awal tahun 1896 tersebut, Dr. Luther Halsey Gulick (Director of the Professional Physical Education Training School sekaligus sebagai Executive Director of Department of Physical Education of the International Committee of YMCA) mengundang dan meminta Morgan untuk mendemonstrasikan permainan baru yang telah ia ciptakan di stadion kampus yang baru. Pada sebuah konferensi yang bertempat di kampus YMCA, Springfield tersebut juga dihadiri oleh seluruh instruktur pendidikan jasmani. Dalam kesempatan tersebut, Morgan membawa dua tim yang pada masing-masing tim beranggotakan lima orang Dalam kesempatan itu, Morgan juga menjelaskan bahwa permainan tersebut adalah permainan yang dapat dimainkan di dalam maupun di luar ruangan dengan sangat leluasa. Dan menurut penjelasannya pada saat itu, permainan ini dapat juga dimainkan oleh banyak pemain. Tidak ada batasan jumlah pemain yang menjadi standar dalam permainan tersebut. Sedangkan sasaran dari permainan ini adalah mempertahankan bola agar tetap bergerak melewati net yang tinggi, dari satu wilayah ke wilayah lain (wilayah lawan).
Permainan ini dimainkan oleh dua tim yang masing-masing terdiri dari enam orang pemain dan berlomba-lomba mencapai angka 25 (dua puluh lima) terlebih dahulu. Dalam sebuah tim, terdapat 4 peran penting, yaitu toser (setter), spiker (smash), libero, dan defender (pemain bertahan). Toser atau pengumpan adalah orang yang bertugas untuk mengumpankan bola kepada rekan-rekannya dan mengatur jalannya permainan. Spiker bertugas untuk memukul bola agar jatuh di daerah pertahanan lawan. Libero adalah pemain bertahan yang bisa bebas keluar dan masuk tetapi tidak boleh men-smash bola ke seberang net. Defender adalah pemain yang bertahan untuk menerima serangan dari lawan. Jika pihak musuh bisa memasukkan dan mematikan bola ke dalam daerah kita maka kita kehilangan bola dan musuh mendapatkan nilai. Serve yang kita lakukan harus bisa melewati net dan masuk ke daerah musuh. Jika tidak, maka musuh pun akan mendapat nilai.
Permainan voli menuntut kemampuan pemikiran yang prima, terutama tosser. Tosser harus dapat mengatur jalannya permainan. Toser harus memutuskan apa yang harus dia perbuat dengan bola yang dia dapat, dan semuanya itu dilakukan dalam sepersekian detik sebelum bola jatuh ke lapangan sepanjang permainan. Teknik dasar dalam permainan bola voli menurut Bachke (1980) yang dikutip oleh Suhadi (2003:6) meliputi: “servis, penerimaan servis, pasing dan umpan, pukulan serangan, bendungan (block), dan penerimaan.” Neville (1990: 1962), unsur ketrampilan bermain bola voli meliputi servis, passing bawah, passing atas, serangan (smash), dan bendungan (block). Tehnik-tehnik dasar permainan bola voli yaitu:
1.    Servis
Menurut Robinsen (1989:36) adalah “Berdiri di tempat yang telah tersedia, lalu memukul bola pada arah yang berlawanan menggunakan satu tangan, menuju daerah pertahanan lawan.” Sedangkan menurut Subroto dan Yudiana (2010: 52) yaitu:

Servis adalah pukulan pertama untuk mengawali permainan. Servis dilakukan dari daerah servis masuk ke bidang lapangan lawan melewati atas net. Pada awalnya servis hanya merupakan penyajian bola pertama untuk mengawali permainan. Dalam perkembangan bola voli modern, servis merupakan serangan pertama untuk memperoleh angka.

Servis ada beberapa macam:
a.       Servis bawah adalah servis dengan awalan bola berada di tangan yang tidak memukul bola. Tangan yang memukul bola bersiap dari belakang badan untuk memukul bola dengan ayunan tangan dari bawah.
b.      Servis atas adalah servis dengan awalan melemparkan bola ke atas seperlunya. Kemudian Server melompat untuk memukul bola dengan ayunan tangan dari atas.
c.       Servis mengapung adalah servis atas dengan awalan dan cara memukul yang hampir sama. Awalan servis mengapung adalah melemparkan bola ke atas namun tidak terlalu tinggi (tidak terlalu tinggi dari kepala). Tangan yang akan memukul bola bersiap di dekat bola dengan ayunan yang sangat pendek.
Yang perlu diperhatikan dalam servis
a.       Sikap badan dan pandangan
b.      Lambung keatas harus sesuai dengan kebutuhan
c.       Saat kapan harus memukul bola.
Servis dilakukan untuk mengawali suatu permainan bola voli. Pada waktu servis kedua regu harus berada dalam lapangan atau di daerahnya masing-masing.

2.    Passing
Passing dalam perminan bola voli terdiri dari dua yaitu pas bawah dan pas atas.  Menurut Subroto dan Yudiana (2010:51) yaitu:

Pas bawah dua tangan adalah cara memainkan bola yang datang lebih rendah dari bahu dengan menggunakan kedua pergelangan tangan yang dirapatkan. Passing ini biasanya digunakan untuk memainkan bola yang datang baik dari lawan maupun dari kawan regu, yang memiliki ciri sulit; misalnya bola rendah, cepat, keras, atau yang datang tiba-tiba, namun masih dapat dijangkau oleh kedua tangan.


Sikap permulaan pas bawah dua tangan menurut Subroto dan Yudiana (2010:51) yaitu:

Sikap permulaan yaitu berdiri dengan salah satu kaki didepan, lutut sedikit ditekuk, badan sedikit dibungkukkan, titik berat badan bertumpu pada kedua tapak kaki bagian depan, sehingga posisi badan labil. Kedua lengan siap didepan dada dalam kondisi rileks
Pelaksanaan pas bawah dua tangan yaitu bergerak kearah jatuhnya bola. Berikut adalah pemaparan yang dikemukakan oleh Subroto dan Yudiana (2010:51) yaitu:

Bergerak kearah jatuhnya bola, kedua tangan dirapatkan, ayunkan lengan kearah bola dan sasaran dengan poros gerak pada persendian bahu, kedua sikut lurus dan ditegakan. Perkenaan bola pada bagian pergelangan tangan pada waktu lengan membentuk kira-kira 45 derajat dengan badan.

Selanjutnya pas atas menurut Subroto dan Yudiana (2010:47) yaitu:


Passing atas adalah cara memainkan bola diatas depan dahi dengan menggunakan kedua jari tangan. Passing atas biasanya digunakan untuk memainkan bola yang datang baik dari lawan maupun dari kawan seregu, yang memiliki ciri melambung dan kecepatannya mudah diprediksi. Misalnya bola yang datang dari servis lawan yang melambung, operan teman seregu, atau kadang kala dari bola yang diseberangkan oleh pihak lawan (bukan dari servis) yang datang melambung.

Selanjutnya pas atas sering digunakan untuk memainkan bola yang mementingkan ketepatan seperti umpan untuk spike dan tipuan kelawan. Adapun cara-cara melakukan passing atas menurut Subroto dan Yudiana (2010:48) yaitu
sebagai berikut:

Sikap permulaan yaitu berdiri menghadap kearah bola, kaki dibuka selebar bahu, salah satu kaki kedepan, berat badan bertumpu pada tapak kaki bagian depan, lutut sedikit ditekuk dengan badan sedikit membungkuk, segera bergerak kearah jatuhnya bola, kedua tangan diangkat lebih tinggi dari dahi, kedua jari tangan dibuka lebar membentuk setengah bulatan bola, ibu jari dan telunjuk membentuk segitiga.

Selanjutnya setelah sikap permulaan pas atas dilanjutkan dengan pelaksanaan pas atas. Berikut pelaksanaan pas atas menurut  Subroto dan Yudiana (2010:48) yaitu sebagai berikut:

Tepat saat bola berada diatas depan dahi, luruskan kedua lengan dengan gerakan agak melecut (eksplosif) untuk segera mendorong bola. Perkenaan bola pada bagian ujung jari tangan, terutama ujung jari, telunjuk, dan jari tengah. Ujung jari lainnya membantu menahan bola. Pada waktu perkenaan, ujung jari ditegakan, kemudian diikuti dengan gerakan fleksi pergelangan tangan.


3.    Smash (spike)
Dengan membentuk serangan pukulan yang keras waktu bola berada diatas jaring, untuk dimasukkan ke daerah lawan. Untuk melakukan dengan baik perlu memperhatikan faktor-faktor berikut: awalan, tolakan, pukulan, dan pendaratan. Teknik spike Menurut Muhajir Teknik dalam permainan bola voli dapat diartikan sebagai cara memainkan bola dengan efisien dan efektif sesuai dengan peraturan permainan yang berlaku untuk mencapai suatu hasil yang optimal (2006:23). Menurut pendapat Mariyanto mengemukakan, bahwa “Smash adalah suatu pukulan yang kuat dimana tangan kontak dengan bola secara penuh pada bagian atas, sehingga jalannya bola terjal dengan kecepatan yang tinggi, apabila pukulan bola lebih tinggi berada diatas net, maka bola dapat dipukul tajam ke bawah.” Selanjutnya  Kristianto (2006:128)  “Smash adalah pukulan keras yang biasanya mematikan karena bola sulit diterima atau dikembalikan.“ lebih lanjut Kristianto (2003:143) mengemukakan, ”Spike merupakan bentuk serangan yang paling banyak digunakan untuk menyerang dalam upaya memperoleh nilai suatu tim dalam permainan voli.”  Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teknik smash atau spike adalah cara memainkan bola dengan efisien dan efektif sesuai dengan peraturan permainan untuk mencapai pukulan keras yang biasanya mematikan ke daerah lawan.
Kesalahan-kesalahan dalam melakukan smash menurut Bachtiar (1998:2.33) yaitu:

-            Langkah awal terlalu lebar, sehingga mengurangi tolakan loncatan.
-            Kaki pada mau melakukan tolakan terlalu terbuka dan tidak sejajar.
-            Pada saat mau meloncat, lutut kurang atau terlalu ditekuk, sehingga mengurangi daya loncatan.
-            Bola dipukul dengan siku bengkok, sehingga pengambilan pukulan tidak pada  titik tertinggi jangkauan tangan.
-            Meloncat didepan bola, sehingga bola terpaksa dipukul dibelakang kepala, sehingga arah bola tidak tajam tetapi parabol.
-            Meloncat agak jauh dibelakang bola, sehingga bola dipukul terlalu diatas.

4.   Membendung (blocking)
Membendung atau blok dilakukan dalam usaha menghadang bola hasil pukulan lawan diatas dekat net. Keterampilan ini sangat penting dimiliki setiap pemain, karena dalam permainan bola voli modern, kecepatan dan arah bola hasil pukulan spiker sudah terlalu sulit untuk dapat diprediksi oleh pemain bertahan. Tanpa ada bedungan pemain bertahan sangat sulit untuk mempersiapkan cara memainkan bola hasil pukulan spiker secara sempurna. Berikut adalah pemaparan bendungan atau blok menurut Bachtiar (1998:2.32) yaitu sebagai berikut:

Bendungan adalah usaha untuk menahan serangan lawan dengan cara mengangkat kedua tangan diatas net dan menutup jalan bola kedaerah lapangan sendiri. Bendungan merupakan benteng pertahanan pertama untuk menggagalkan serangan lawan. Bendungan yang dilakukan dengan baik dapat merupakan penyerangan untuk menggagalkan serangan lawan

Berikut adalah cara untuk melakukan bendungan atau blok yang dikemukakan oleh Bachtiar (1998:2.34) yaitu:

a.         Sikap Permulaan
Berdiri menghadap kejaring, kedua kaki terbuka dan berjarak kira-kira selebar bahu, lutut ditekuk, kedua tangan siap didepan dada dengan telapak tangan menghadap kejaring, pandangan mengawasi jalannya bola dan mempertahankan lawan yang akan melakukan pukulan bola
b.         Gerakan pelaksanaan
Dengan menolakan kedua kaki dengan gerakan eksplosif sambil meluruskan kedua lengan, kedua telapak tangan dirapatkan jari-jari dibuka, sehingga ibu jari kiri dan kanan berdekatan, posisi kedua tangan diarahkan menutup lintasan bola serangan lawan
c.         Gerakan Lanjutan
Segera mendarat dengan kedua kaki mengeper, dan mengambil situasi permainan selanjutnya.

Adapun kesalahan-kesalahan dalam melakukan bendungan atau blok menurut Bachtiar (1998:2.34) yaitu:

-         Sikap berdiri kurang siap, berdiri terlalu jauh dari jarring, sehingga terlambat meloncat.
-         Timing meloncat tidak tepat, sehingga bendungan tidak mengenai bola.
-         Mendarat kurang mengeper, lutut kurang ditekuk, sehingga gerakan tidak efektif.
-         Pada saat membendung mata tidak melihat bola, sehingga bola lolos dari bendungan.
-         Jarak antara tangan kiri dan tangan kanan terlalu lebar, sehingga bendungan lolos antara kedua tangan.

Friday, March 23, 2012

Remaja dan Kenakalan Remaja


    Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak dan perubahan, baik secara fisik, psikis maupun sosial. Masalah remaja sering dijadikan tema pembicaraan oleh setiap orang di mana pun berada, karena kedudukan remaja sangat strategis dalam konteks masa depan yaitu remaja adalah generasi yang akan menentukan masa depan suatu bangsa dan negara.
      Jika remaja berkembang tanpa ada bimbingan dan arahan positif dari orang yang lebih dewasa maka remaja akan menjadi individu yang cenderung tidak mengenal aturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga pada akhirnya akan timbul masalah yang sering dikenal dengan istilah kenakalan remaja.
     Sugiyanto (1995:32) menjelaskan, “Adolesensi atau remaja adalah individu-individu yang berusia 10 sampai 18 tahun untuk perempuan atau berusia 12 sampai 20 tahun untuk laki-laki. Masa adolesensi merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak untuk menjadi dewasa.” Harold Alberty dalam Makmun (1981:55) menjelaskan bahwa periode masa remaja sebagai “Suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang semenjak berakhirnya masa kanak-kanaknya sampai datangnya awal masa dewasanya.” Lebih lanjut Makmun (1981:55) menjelaskan, “Secara tentatif pula ahli umumnya sependapat bahwa rentangan masa remaja itu berlangsung dari sekitar 11 – 13 tahun sampai 18 – 20 tahun menurut ukuran umur kalender kelahiran seseorang.”
       Gejala-gejala pertumbuhan dan perkembangan yang menonjol dari usia remaja adalah dalam hal ukuran tubuh, jaringan tubuh, kematangan seksual dan fisiologis. Pertumbuhan dan perkembangan ini akan mempengaruhi prilaku individu terutama dalam merespon lingkungannya. Makmun (1981:36) menjelaskan, “Pada usia remaja kegiatan motorik sudah tertuju kepada persiapan-persiapan kerja, keterampilan-keterampilan menulis, mengetik, menjahit dan sebagainya sangat tepat saatnya mulai dikembangkan.” Lebih lanjut Makmun (1981:39) menjelaskan tentang indikator perkembangan bahasa pada usia remaja sebagai berikut: “Pada masa remaja awal, mereka senang menggunakan bahasa sandi atau bahasa rahasia yang berlaku pada gang-nya sehingga banyak menimbulkan kepenasaranan (curiousity) pihak luar mereka untuk berusaha memahaminya; perhatiannya ke arah mempelajari bahasa asing mulai berkembang.”
         Piaget dalam Makmun (1981:41) mengemukakan tentang tahapan kognitif usia remaja sebagai berikut:

         Formal operational period (11; 0 or 12 ; 0 – 14 or 15 ; 0). Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat kongkrit. Prilaku kognitif yang nampak pada kita antara lain:
-     Kemampuan berpikir hipotesis deduktif (hypothetico deductive thinking).
-     Kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada (a combinational analysis).
- Kemampuan mengembangkan suatu proposisi atau dasar proposisi-proposisi yang diketahui (propositional thinking).
-     Kemampuan menarik generalisasi dan inferensi dari berbagai kategori objek yang beragam.

     Lebih lanjut Makmun (1981:58) menjelaskan tentang prilaku usia remaja sebagai berikut:

1.     Berkembang penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing.
2.     Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik fantastik dan estetik.
3.     Pengamatan dan tanggapannya masih bersifat realisme kritis.
4. Proses berfikirnya sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kasalitas) dalam term yang bersifat abstrak (meskipun relatif terbatas).
5.  Kecakapan dasar intelektual umumnya (general intelegency) menjalani laju perkembangannya yang terpesat (terutama bagi yang belajar di sekolah).

Proses perkembangan fungsi-fungsi dan prilaku kognitif itu menurut Piaget dalam Makmun (1981:42) yaitu, “Berlangsung mengikuti suatu sistem atau prinsip mencari keseimbangan (seeking equilibrium), dengan menggunakan dua cara atau teknik yaitu assimilation dan accomodation. Teknik asimilasi digunakan apabila individu memandang hal-hal baru dihadapinya dapat disesuaikan dengan kerangka berfikir atau cognitive structure-nya.” 
            Gunarsa (1989:204) menjelaskan tentang karakteristik remaja sebagai berikut:

1.      Mula-mula terlihat timbulnya perubahan jasmani.
2.      Perkembangan inteleknya lebih mengarah ke pemikiran tentang dirinya, refleksi diri
3.  Perubahan-perubahan dalam hubungan antara anak dan orang tua serta orang lain dalam lingkungan dekatnya
4.      Timbulnya perubahan dalam perilaku, pengalaman dan kebutuhan seksual
5.      Perubahan dalam harapan dan tuntutan orang terhadap remaja
6.     Banyaknya perubahan dalam waktu yang singkat menimbulkan masalah dalam penyesuaian dan usaha memadukannya

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan individu yang berada dalam masa perkembangan dan perubahan baik secara fisik, psikis maupun sosial. Perkembangan dan perubahan yang mencolok pada masa tersebut terjadi pada aspek fisik, sedangkan pada aspek psikis dan sosial bergantung pada lingkungan di mana remaja berkomunikasi dan berinteraksi.
Masyarakat merupakan kelompok manusia yang sudah cukup lama mengadakan hubungan sosial dalam kehidupan bersama dengan diliputi oleh struktur dan sistem yang mengatur kehidupan bersama serta adanya solidaritas dan kebudayaan di antara mereka. (Sudarsono, 2004:123). Penjelasan tersebut mengandung arti bahwa tidak ada seorang individu pun yang mampu memenuhi segala kebutuhan hidupnya secara mandiri.
Anggota kelompok di dalam masyarakat biasanya terdiri dari berbagai macam individu yang berbeda-beda dalam berbagai segi kehidupan. Dalam kenyataannya sering terjadi hubungan individu dengan individu lain atau hubungan individu dengan kelompok mengalami ketegangan yang disebabkan karena terdapat seorang anggota kelompok di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mengganggu orang lain.  Pelanggaran hak orang lain di dalam masyarakat yang sering terjadi menurut Sudarsono (2004:124) antara lain adalah sebagai berikut:

1. Delik-delik yang melanggar hak-hak orang lain yang bersifat kebendaan, seperti pencurian, penggelapan dan penipuan.
2.  Delik-delik yang menghilangkan nyawa orang lain, seperti pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
3.   Perbuatan-perbuatan lain yang berupa delik hukum, maupun yang berupa perbuatan anti sosial seperti gelandangan, pertengkaran.

Perbuatan-perbuatan tersebut menimbulkan keresahan sosial sehingga kehidupan masyarakat tidak harmonis lagi dan jika ditinjau secara yuridis ternyata perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum yang berlaku. Sudarsono (2004:124) menjelaskan, “Kelakukan anak remaja yang melawan norma sosial dan bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku biasanya disebut kenakalan remaja atau juvenile delinquency”.
Selanjutnya Sudarsono (2004:32) menjelaskan tentang deskripsi kualitatif tentang kenakalan remaja sebagai berikut:

Norma-norma hukum yang sering dilanggar oleh anak remaja pada umumnya pasal-pasal tentang:
1.      Kejahatan-kejahatan kekerasan
a.       Pembunuhan
b.      Penganiayaan
2.      Pencurian
a.       Pencurian biasa
b.      Pencurian dengan pemberatan
3.      Penggelapan
4.      Penipuan
5.      Pemerasan
6.      Gelandangan
7.      Anak sipil
8.      Remaja dan Narkotika

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi perkembangan remaja untuk berperilaku baik atau kurang baik salah satunya adalah teman sebaya, karena remaja cenderung lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan teman sebaya dibandingkan keluarganya. Hurlock (1990:213) menjelaskan, “Pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga.”
Perubahan dan tantangan yang dihadapi remaja akan mempengaruhi perilakunya. Remaja yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mudah terangsang, emosi tidak stabil, kebersamaan yang tinggi terhadap kelompok teman sebaya, mudah terpengaruh dan sebagainya akan menjadikan perilaku remaja seperti mudah tersinggung, cepat marah, keinginan yang kuat untuk mencoba hal-hal yang baru dan meniru perilaku teman-temannya.
Kenakalan remaja merupakan topik yang sering dibicarakan oleh banyak pihak, karena dinilai tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Jika ditelaah maka dapat disimpulkan bahwa terjadinya kenakalan remaja tidak terlepas dari berbagai faktor yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam satu proses perkembangan yang berkelanjutan. Daradjat (1983:113) menjelaskan:

Timbulnya kenakalan remaja disebabkan kurangnya pendidikan agama, kurangnya pengertian tentang pendidikan, kurang teraturnya pengisian waktu luang, tidak stabilnya keadaan ekonomi, sosial dan politik, kemerosotan moral dan mental orang dewasa, banyaknya film dan buku-buku yang kurang baik, pendidikan dalam sekolah yang kurang baik, serta kurangnya perhatian masyarakat terhadap pendidikan anak.

           Hawari (1991:136) menyatakan, “Terlalu banyaknya waktu luang dan tidak adanya kegiatan yang produktif merupakan kondisi yang kurang baik bagi remaja.” Toruan (1985:139) menyatakan, “Kejahatan dan kenakalan remaja erat kaitannya dengan waktu luang dan hal tersebut dapat dihindari dengan mempersiapkan berbagai aktivitas waktu luang.” Kemudian Prasetyo dalam Surat Kabar Kompas (No. 3 tahun 3, 1998) menegaskan sebagai berikut:

Perilaku menyimpang pada remaja antara lain disebabkan oleh terhambatnya keinginan mereka untuk dapat mengisi waktu luangnya secara wajar. Salah satu penyebab hambatan itu adalah kurang tersedianya fasilitas dan sarana untuk melakukan kegiatan waktu luang yang bermanfaat.

            Lebih lanjut Prasetyo dalam Surat Kabar Kompas (No. 3 tahun 3, 1998) menjelaskan, “Dua faktor yang sangat penting pengaruhnya terhadap timbulnya masalah psikososial di masa remaja yakni faktor bagaimana remaja mengisi waktu luangnya dan pengaruh globalisasi.”
           Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan di dalamnya anak mendapatkan pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama bagi anak yang belum sekolah. Oleh karena itu keluarga memiliki peranan penting dalam perkembangan anak. Jika suasana dan kondisi keluarga kurang baik, maka akan berpengaruh pada perkembangan anak yang akan tidak baik juga. Oleh karena sebagian besar waktu anak ada di dalam keluarga maka sepantasnya kalau kemungkinan timbulnya kenakalan remaja juga berasal dari keluarga. Sudarsono (2004:125) menjelaskan, “Keadaan keluarga yang dapat menjadi sebab timbulnya delinquency dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken home) dan keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan.”

Permainan Bola Basket

Kata dasar dari permainan adalah main. Kata main menurut Poerwadarminta (1984:620) berarti, “Perbuatan untuk menyenangkan hati (yang dilak...