Tuesday, April 12, 2011

Teknik Penilaian dalam Pendidikan Jasmani

Seringkali guru dihadapkan pada kata-kata penilaian, evaluasi dan pengukuran dan biasanya ketiga kata-kata tersebut diartikan sama. Kata penilaian dalam bahasa Inggris adalah evaluation yaitu sebagai suatu peristiwa pemberian makna atau menilai. Arikunto (1997:3) menjelaskan: “Terdapat dua langkah di dalam melaksanakan evaluasi yaitu mengukur dan menilai. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk. Penilaian bersifat kualitatif.”
Ibrahim (1992:3) menjelaskan, “Evaluasi merupakan proses penentuan nilai atau kelayakan data yang terhimpun.” Kemudian Lutan (2000:6) menjelaskan tentang evaluasi sebagai berikut: “Dalam kegiatan apapun akan selalu ada penyimpangan dan kesenjangan antara apa yang direncanakan dan hasil yang diperoleh. Gap itu perlu ditelaah dan dicari penyebabnya. Proses penentuan sebab dan faktor yang menimbulkan kesenjangan antara rencana dan hasil, termasuk proses pelaksanaan, disebut evaluasi dalam konteks pengelolaan suatu program.”
Berdasarkan makna penilaian sebagaimana penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa tujuan atau fungsi penilaian ada beberapa macam. Arikunto (1997:9) menjelaskan sebagai berikut: “1. Penilaian berfungsi selektif (Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi terhadap siswanya). Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan antara lain: 1) Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu, 2) Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya, 3) Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa, 4) Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah, dsb, 2. Penilaian berfungsi diagnostic. (Dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnosa kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya). 3. Penilaian berfungsi sebagai penempatan. (Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian). 4. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan. (Fungsi ke empat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana suatu program berhasil diterapkan).
Slameto (1988:25) menjelaskan sebagai berikut: 1) Penilaian formatif yaitu diarahkan kepada pertanyaan sampai sejauhmana guru telah berhasil menyampaikan bahan pelajaran kepada siswanya. Penilaian ini digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan ditujukan untuk memperoleh umpan balik dari upaya pengajaran yang telah dilakukan guru. 2) Penilaian sumatif yaitu penilaian yang diarahkan langsung kepada keberhasilan siswa mempelajari suatu program pengajaran. Biasanya dilakukan pada akhir program pengajaran yang relatif besar. 3) Penilaian penempatan yaitu usaha penilaian untuk memahami kemampuan setiap siswa, sehingga dengan pengetahuan itu dapat menempatkan siswa dalam situasi yang tepat baginya. 4) Penilaian diagnostik yaitu penilaian untuk mendapatkan kelemahan-kelemahan khusus yang dimiliki siswa, juga faktor-faktor yang menguntungkan bagi siswa untuk dapat digunakan dalam mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan penilaian adalah menempatkan siswa pada kelompok yang tepat. Sedangkan fungsi penilaian adalah selektif, diagnostik, penempatan, dan pengukur keberhasilan.
Penilaian formatif dalam pendidikan jasmani dilaksanakan setelah materi pelajaran telah selesai disampaikan kepada siswa dan siswa telah melakukan latihan dalam waktu yang tersedia. Penilaian sumatif dilaksanakan pada setiap akhir semester meliputi seluruh materi pelajaran yang ada pada semester tersebut. Penilaian penempatan dilaksanakan pada setiap pertemuan atau kegiatan belajar mengajar. Hal ini dilakukan dalam rangka membantu siswa sesuai dengan kemampuannya. Melalui penilaian penempatan, siswa akan terbagai menjadi beberapa kelompok yang masing-masing kelompok mendapat perlakuan yang berbeda sesuai tingkat pemahaman dan keterampilannya yang disesuaikan pula dengan tingkat kesulitan materi pelajaran. Penilaian diagnostik dilakukan pada saat guru membutuhkan kelebihan dan kekurangan dari kemampuan atau potensi siswa dalam penguasan materi pelajaran pendidikan jasmani. Dengan informasi ini maka akan mudah bagi guru dan siswa memperbaiki kelemahan dan memanfaatkan kelebihan sebagai nilai positif.
Alat evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu tes dan non-tes. Arikunto (1997:23) menjelaskan, “Tes dan non-tes ini disebut sebagai teknik evaluasi.” Mengenai tes sebagai alat evaluasi dijelaskan oleh Lutan (1991:3) sebagai berikut: “Sebuah tes adalah sebuah instrumen yang dipakai untuk memperoleh informasi tentang seseorang atau objek. Yang ingin kita peroleh biasanya tentang atribut atau sifat-sifat yang terdapat pada individu atau objek yang bersangkutan. Informasi yang akan dihimpun itu bisa dijaring dengan observasi, wawancara, angket, atau bentuk lain yang sesuai.”
Arikunto (1997:51) menjelaskan, “Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.” Kemudian Arifin (1988:22) menjelaskan, “Tes adalah suatu teknik atau cara dalam rangka melaksanakan kegiatan evaluasi yang di dalamnya terdapat berbagai item atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa, kemudian pekerjaan tersebut menghasilkan nilai perilaku siswa tersebut.”
Sedangkan mengenai teknik non-tes, Arikunto (1997:23) menjelaskan, “Yang tergolong teknik non-tes adalah skala bertingkat (rating scale), kuesioner (questioner), daftar cocok (check-list), wawancara (interview), pengamatan (observation) dan riwayat hidup.”
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tes adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dan data. Namun informasi dan data yang diperoleh tidak akan berarti apa-apa jika tidak diberikan makna kepadanya. Oleh karena itu melalui evaluasi, pemberian makna terhadap informasi dan data akan lebih terukur dan teramati.
Dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, seorang guru dapat melakukan berbagai penilaian melalui penggunaan salah satu dari beberapa jenis tes yang ada. Ada baiknya tes yang digunakan adalah tes yang telah memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Arikunto (1997:54) bahwa, “Tes harus memiliki validitas, reliabilitas, obyektivitas, praktikabilitas dan ekonomis.”
Sebuah tes disebut valid jika tes itu dapat mengukur apa yang hendak diukur. Misalnya untuk mengukur berat badan maka digunakan timbangan, untuk mengukur tinggi badan maka digunakan pita meteran dan untuk mengukur kecepatan benda bergerak maka dapat digunakan salah satunya dengan stop watch.
Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris, berasal dari kata reliable yang artinya dapat dipercaya. (Arikunto, 1997:58). Suatu tes dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Dengan kata lain sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Misalnya pada tes pertama diperoleh kecepatan berlari jarak 50 meter A adalah 6,50 detik dan pada tes yang kedua diperoleh kecepatan berlari jarak 50 meter A adalah 6,48 detik. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur mempunyai tingkat ketetapan (reliabilitas) yang tinggi, karena dengan alat tersebut dapat diperoleh hasil pengukuran 1 dan 2 yang relatif sama.
Obyektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Sebuah tes dikatakan memiliki obyektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subyektif yang mempengaruhi. Arikunto (1997:59) menjelaskan, “Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka obyektivitas menekankan ketetapan (consistency) pada sistem scoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes.”
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya. Arikunto (1997:61) menjelaskan, “Tes yang praktis adalah tes yang mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/diawali oleh orang lain.”
Ekonomis berarti pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
Obyek atau sasaran penilaian adalah segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu yang dibutuhkan. Mengenai obyek penilaian, Arikunto (1997:18) menjelaskan: “1) Input: Kemampuan, Kepribadian, Sikap-sikap, dan Intelegensi, 2) Transformasi: Kurikulum/materi, Metode dan cara penilaian, Sarana pendidikan/media, Sistem administrasi, Guru dan personal lainnya, 3) Output.”
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa obyek evaluasi meliputi berbagai hal seperti sikap-sikap, guru dan personalnya serta out put berupa hasil pembelajaran.
Dalam penilaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan pendekatan acuan normatif, patokan maupun kombinasi dari keduanya. Nurhasan (2000:301) menjelaskan, “Penguasaan terhadap pendekatan acuan penilaian normatif dan penilaian acuan patokan dalam menilai hasil belajar siswa amatlah penting bagi guru penjaskes atau pelatih olahraga.”
Penilaian acuan normatif disingkat PAN. Mengenai hal tersebut, Nurhasan (2000:303) menjelaskan, “Penilaian acuan normatif adalah penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengukuran seseorang siswa terhadap siswa-siswa lain dalam kelompoknya.” Dlam hal ini penilaian yang diberikan terhadap hasil belajar yang dicapai siswa didasarkan pada kemampuan rata-rata siswa dalam suatu kelompok, sehingga makna yang menyertainya dapat bergeser seiring perubahan rata-rata hasil yang dicapai siswa dalam suatu kelompok. Misalnya hasil tes atau pengukuran menunjukkan rata-rata 65 dan salah seorang siswa memperoleh skor 70 maka ia dapat dikatakan mempunyai skor di atas rata-rata namun dalam rentang yang rendah. Sedangkan pada tes berikutnya rata-rata hasil tes adalah 70 dan skor yang diperoleh oleh seorang siswa adalah 70, maka ia berada pada skor rata-rata namun dalam rentang yang cukup.
Penilaian acuan patokan disingkat PAP. Mengenai hal tersebut, Nurhasan (2000:310) menjelaskan, “Penilaian acuan patokan adalah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa kepada patokan yang telah ditetapkan sebelumnya.” Hal ini menegaskan bahwa sebelum penilaian itu dilaksanakan, jauh sebelumnya terlebih dahulu telah ditetapkan patokan yang harus dipakai untuk membandingkan skor-skor dari hasil pengukuran, sehingga skor-skor dari hasil pengukuran tersebut bermakna.
Patokan ditetapkan atas pertimbangan logis mengenai tingkat penguasaan minimum atau biasa disebut “batas lulus”. Para siswa yang mencapai patokan ini dinyatakan lulus, sedangkan para siswa yang belum mencapai “batas lulus” tersebut dinyatakan tidak lulus. Hal ini berarti siswa-siswa tersebut dianggap belum menguasai secara minimum kemampuan tersebut. Dengan demikian bahwa patokan yang digunakan dalam penilaian acuan patokan ini bersifat tetap, berbeda dengan patokan penilaian yang digunakan dalam penilaian acuan normatif yang bersifat relatif. Patokan yang ditetapkan dalam penilaian terhadap para siswa atau kelompok siswa yang berbeda, tetapi dengan mata pelajaran yang sama akan memberikan pengertian yang sama terhadap nilai yang sama. Seperti nilai 70 yang diperoleh A di kelasnya akan mempunyai makna yang sama dengan nilai 70 yang diperoleh B di kelas yang berbeda.
Penilaian acuan gabungan merupakan kombinasi dari penilaian acuan normatif dan patokan. Nurhasan (2000:317) menjelaskan sebagai berikut: “Dalam penerapan penilaian acuan gabungan (PAP dan PAN), dalam pembuatan norma penilaiannya menggunakan dua tahap yaitu tahap pertama menerapkan prosedur penilaian acuan patokan dengan terlebih dahulu menentukan batas minimal skor yang harus dicapai (passing-grade) dan tahap kedua menerapkan prosedur penilaian acuan norma terhadap skor-skor yang berada di atas batas minimal skor yang harus dicapai (passing-grade).”
Peda pembuatan norma penilaian gabungan menggunakan dasar hasil penghitungan rata-rata dan simpangan baku dari skor-skor yang berada di atas passing-grade. Selanjutnya dalam pembuatan norma penilaiannya dapat menggunakan standar penilaian 1 – 10, 10 – 100, atau standar penilaian dengan huruf (A, B, C, D, dan E).

No comments:

Post a Comment

Permainan Bola Basket

Kata dasar dari permainan adalah main. Kata main menurut Poerwadarminta (1984:620) berarti, “Perbuatan untuk menyenangkan hati (yang dilak...